Minggu, 31 Desember 2017

Dari Cibarusah Ke RSCM (Pendampingan Pasien Myasthenia Gravis, Sulaeman Hanafiah Lubis)

JAKARTA -- Di tahun 2016, Sulaiman Hanafiah Lubis (27 tahun) mulai merasakan lemas di sekujur tangan dan kakinya. Ia mencoba melakukan pengobatan ke Klinik Faskes Tingkat 1 di dekat rumahnya, di Cibarusah, Kabupaten Bekasi. Beberapa kali berobat ke Klinik tersebut tapi tidak ada tanda-tanda perubahan atas penyakitnya, sehingga pada akhirnya dirujuklah ke RS Siloam Cikarang. Di Rumah Sakit tersebut ia diberi pengobatan dengan Mestinon dengan dosis 2x1 hari, untuk selanjutnya ia dirujuk kembali ke RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk melakukan serangkaian test guna tegaknya diagnosa atas penyakit yang dideritanya.

Awal tahun 2017, Sulaiman mulai menjalani pengobatan ke RSCM. Setelah menjalani test EMG, dokter menyatakan bahwa ia menderita Myasthenia Gravis, dan selanjutnya diberi obat Mestinon dengan dosis 3x1 hari.

Sebagai buruh di salah sebuah pabrik di wilayah Kawasan Industri Lippo Cikarang, tentunya aktifitas kerjanya terbilang cukup melelahkan, apalagi ditambah dengan kondisinya sebagai penyandang penyakit Myasthenia Gravis. Bulan September 2017, Sulaiman mulai mengalami sesak nafas dan suara yang berubah sengau. Kondisi tersebut disampaikannya saat ia kontrol rutin ke RSCM, sehingga dokter menaikkan dosis Mestinon menjadi 5x1 hari, disertai obat-obatan lain sebagai penunjang kondisi tubuhnya.

Pada bulan November 2017, ia minta pendampingan dari Cahaya Foundation dikarenakan Krisis Miastenik yang menyerangnya, yang menyebabkannya terpaksa harus masuk UGD RSCM. Krisis Miastenik merupakan keadaan gawat darurat, yang mana pengobatannya meliputi perawatan di ruangan intensif, alat bantu pernafasan, cairan dan elektrolit, dan pencegahan atau penanganan infeksi.   

3 hari Sulaiman mendapat perawatan di ruang ICU dan kemudian 2 minggu menjalani rawat inap, selanjutnya dokter menyarankan untuk melakukan Plasmapheresis. Plasmapheresis adalah proses pemisahan sel-sel darah dengan plasma. Plasma yang telah dipisahkan akan diganti dengan pengganti plasma (terjadi pertukaran plasma). Tujuan dari tindakan ini adalah untuk membuang antibodi yang ada di plasma, dan menggantinya dengan yang baru, dengan demikian diharapkan antibodi yang menyebabkan Myasthenia Gravis dapat hilang, atau minimal bisa dikurangi secara signifikan.

Prosedur Plasmapheresis ini biasanya berlangsung sekitar 1-3 jam setiap kali tindakan, tergantung berat, tinggi, dan jumlah plasma yang diganti. Seberapa sering atau frekuensi berapa kali dilakukan Plasmapheresis tergantung hasil pemeriksaan dan konsultasi dengan dokter. Tindakan Plasmapheresis biasanya memberikan efek yang cepat, dalam beberapa hari dan dapat bertahan hingga 1-2 bulan kemudian. Efek samping yang umum terjadi dari tindakaan ini adalah penurunan tekanan darah, rasa pusing, kedinginan, berkeringat, penglihatan buram atau kram perut.

Setelah 5 kali menjalani Plasmapheresis, Sulaiman akhirnya diizinkan pulang.

Saat kontrol ulang ke RSCM kemarin, Sulaeman masih diberi pendampingan oleh Cahaya Foundation, melakukan konsultasi dengan dokter, dan memintakan surat izin dari dokter selama beberapa hari sehubungan keadaannya yang mulai mengalami sesak napas karena aktifitas pekerjaannya dan pasca Plasmapheresis tersebut.

#CahayaFoundation #Pendampingan #Advokasi #Pasien #MyastheniaGravis #Autoimun #Bekasi #Jakarta #JaBoDeTaBek #Indonesia




EmoticonEmoticon