Minggu, 20 Agustus 2017

Pendampingan Pak Mursidik


Pak Mursidik, 70 Tahun, warga Teluk Buyung, Marga Mulya, Kota Bekasi, sebelumnya pernah bekerja sebagai pengemudi di sebuah perusahaan swasta di Tangerang. 

3 tahun yang lalu, pak Mursidik pernah mengalami benjolan di perut, dan pernah dilakukan tindakan operasi di RSUD dr. Chasbullah Abdul Madjid Kota Bekasi. Pasca operasi, ternyata luka bekas operasinya memerah. Diduga sebelum dilakukan tindakan operasi, jaringan tubuhnya sudah dalam keadaan kurang baik. Pernah dilakukan tindakan injeksi sebanyak 2 kali, tapi tidak ada perubahan, justru bekas operasinya semakin memerah dan mengeluarkan cairan. Setelah beberapa kali bolak balik berobat, dan keluarga melakukan rembukan secara internal, akhirnya diputuskan untuk menghentikan pengobatan.

Pada Mei 2017, sebelum ramadhan, pak Mursidik kembali merasakan sakit pada pinggang dan kedua kakinya. Berjalan pun harus menggunakan tongkat sebagai alat bantu untuk berjalan.

Pada bulan Juni 2017, pak Mursidik mulai merasakan lemah di sekujur kakinya, sudah tidak sanggup berdiri menopang tubuhnya, dan akhirnya tidak bisa bangun sama sekali, hanya tergolek lemah di pembaringan. 

Karena kondisi pak Mursidik semakin memburuk, awal Agustus 2017, barulah istri pak Mursidik menghubungi Cahaya Foundation, untuk minta pendampingan pengobatan. 



Segera dilakukan koordinasi antara Caregivers Pejuang Myasthenia Gravis Indonesia (PMGI) dan Relawan Pendamping Cahaya Foundation untuk mengevakuasi pak Mursidik ke Rumah Sakit dan pengurusan penjaminannya. Sesaat, di hari itu juga, pak Mursidik diberi pendampingan ke RS Anna Medika Bekasi. Beberapa saat pak Mursidik ditangani oleh paramedis RS Anna Medika Bekasi, akan tetapi, karena Rumah Sakit tersebut merasa kekurangan peralatan yang memadai, pak Mursidik dirujuk ke RSUD dr. Chasbullah Abdul Madjid Kota Bekasi. 

Setiba RSUD dr. Chasbullah Abdul Madjid Kota Bekasi, pak Mursidik segera ditangani secara intensif, dan dilakukan berbagai pemeriksaan. Dokter menduga pak Mursidik menderita penyakit Tb Tulang dan Tb Paru, dan diharuskan menjalani rawat inap dalam rangka penanganan penyakitnya. Tapi, Allah SWT berkehendak lain. Tak lama menjalani perawatan di Rumah Sakit, di Minggu pagi ini, tepat pukul 06.18 WIB, pak Mursidik dipanggil Allah SWT. Innalillahi wainnailaihi rojiuun…

Sahabat sekalian, segala upaya telah kita tempuh, pihak paramedis pun telah melakukan perawatan dengan baik, akan tetapi Allah SWT lebih sayang kepada pak Mursidik sehingga secepat itu memanggil beliau. Terima kasih atas segala limpahan do’a, sepenuh empati, rasa peduli, dan dukungan tak terhingga dari sahabat semua, semoga pak Mursidik diampuni segala dosanya, diterima semua amal baiknya, dan keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran. 

Salam takzim dari kami, 
Relawan Pendamping Cahaya Foundation dan Caregivers PMGI

Selengkapnya

Sabtu, 05 Agustus 2017

Kisah Tentang Myasthenia Gravis Pada Rindayani

Waktu SMA Kelas 2, di tahun 1999, merupakan awal mula perkenalan Rindayani, 37 tahun, warga Tambun Selatan - Kabupaten Bekasi, dengan Myasthenia Gravis, salah satu jenis penyakit autoimun kronis yang menyerang otot. Saat itu ia merasakan reaksi di tubuhnya yang sangat ekstrim, yaitu; badan mudah sekali lelah saat menulis, dan punggung kerap terasa berat. Saat itu ia tidak tahu bahwa gejala yang dirasakannya itu merupakan salah satu gejala Myasthenia Gravis. 

Masa-masa kuliah, di tahun 2003, Myasthenia Gravis yang sudah bersenyawa di dalam tubuhnya mulai menunjukkan kecentilannya. Kelelahan yang dirasakannya semakin menjadi. Selain itu ia sulit sekali untuk fokus kepada hal yang sedang dikerjakannya. Juga ia sering sekali seketika terjatuh tanpa sebab, tapi ia mudah pula bangkit kembali. 

Puncaknya, di tahun 2008, Rindayani terjatuh akan tetapi ternyata sulit untuk berdiri kembali. Saat itu akhirnya diputuskan untuk berobat ke RS Hasan Sadikin Bandung. Setelah pengobatan berjalan 5 bulan, Rindayani didiagnosa menderita Myasthenia Gravis. Selama dalam masa rawat inap tersebut, ia mengalami kelumpuhan total, seluruh anggota tubuhnya tidak bisa digerakkan sama sekali. Dokter yang merawat menduga kemungkinan ada penyakit penyerta yang lain, selain Myasthenia Gravis yang diidapnya. Selama itu pula ia sempat diberikan tindakan plasmapharesis sebanyak 3 kali, namun tidak ada perubahan yang berarti terhadap kondisi tubuhnya. Akhirnya pihak keluarga pasrah, dan memutuskan untuk pulang paksa.

Praktis selama kurun waktu sejak tahun 2008, sepulangnya dari pengobatan di RS Hasan Sadikin itu, Rindayani mengalami kelumpuhan total. Tangan dan kakinya sama sekali tidak bisa digerakkan. Bahkan matanya pun tidak bisa terbuka. Cuma alat pendengarannya saja yang masih bisa mendengar berbagai suara di sekitar tubuhnya.

Tahun 2013 terjadi mukjizat, sedikit demi sedikit, perlahan-lahan, kedua kelopak mata Rindayani mulai membuka. Kedua tangan dan kakinya pun perlahan-lahan mulai bisa digerakkan, hanya saja ia masih belum bisa berdiri. 

Setelah semakin jelas perkembangan kondisi umum tubuhnya semakin membaik, setahun kemudian, di tahun 2014, kembali Rindayani mulai berobat. Rumah Sakit yang dituju saat itu ke RSCM, yang memiliki fasilitas dan peralatan untuk pengujian terhadap penyakit autoimun yang paling lengkap se Asia Tenggara. Saat itu dilakukan pemeriksaan Elektromiografi (EMG), yaitu sebuah teknik yang digunakan untuk mengevaluasi fungsi saraf dan otot dengan cara merekam aktivitas listrik yang dihasilkan oleh otot skeletal. Ini merupakan tes penting yang digunakan untuk mendiagnosis kelainan otot dan saraf, namun juga tidak ada perubahan yang berarti. Dokter sempat mendiagnosa bahwa Rindayani menderita Gangguan Psikomatik dikarenakan kedua orangtuanya yang sudah meninggal dunia. Gangguan Psikosomatik, adalah suatu bentuk kecemasan yang berlebihan terhadap kondisi tubuh, Akhirnya pengobatan terhenti karena satu dan lain hal. 

Pada bulan Juli 2017 ini, berdasarkan informasi dari PMGI, Rindayani menghubungi Cahaya Foundation untuk memberikan pendampingan terhadap dirinya, untuk kembali berobat ke RSCM. Cahaya Foundation bersinergi dengan Caregivers PMGI, bersama-sama memberikan pendampingan bagi Rindayani. Untuk kali ke-2 kontrol ke RSCM ini, dokter mengarahkan untuk pemeriksaan Lumbar Puncture (LP) dengan cara “menusuk” daerah lumbar tulang belakang, untuk mengumpulkan sampel cairan serebrospinal guna pemeriksaan cairan otak. 




Diprediksi, pendampingan untuk Rindayani akan berjalan secara marathon dan dalam jangka waktu yang panjang. Untuk itu, kami mohon do’a dari sahabat semua agar tugas ini dapat berjalan dengan lancar dan selalu diberi kemudahan, sehingga Cahaya Foundation dan PMGI, selalu dapat memberikan pendampingan bagi siapa pun yang membutuhkan. Mohon do’anya juga agar Rindayani sesegera mungkin diberi kesembuhan dari penyakitnya dan disehatkan seluruh jiwa dan raganya. Aamiin….  

Terima kasih atas segala limpahan do’a, sepenuh rasa empati, kepedulian yang tak terperi, dan dukungan yang tak terkira dari sahabat semua.

Salam takzim dari kami, 
Cahaya Foundation 
              & 
Caregivers PMGI

Selengkapnya