Tampilkan postingan dengan label Pendampingan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendampingan. Tampilkan semua postingan

Jumat, 15 April 2022

JUM'AT MUBAROK

JUM'AT MUBAROK

Sebelum berangkat sholat jum'at tadi, ada WA masuk ke HP Ketua Cahaya Foundation tentang seorang pasien yang katanya tinggalnya di daerah Perumnas 3, Kota Bekasi. Yang kasih info namanya Bu Ratna, orang Depok. Dia katanya dikasih info sama Pak Hendi, warga Bandung. Lah orang Bekasi-nya pada kemana? Itu dia kan...masih syukur ini kita kebagian info dari Bu Ratna Depok. 😁


Setelah terima semua info dan ceritanya, Ketua arahkan untuk komunikasi langsung dengan Ibu Eka Diah Purwanti, teman karib Ketua yang sejak awal mula bareng-bareng di Cahaya Foundation, yang sedikit banyak paham tentang pendampingan pasien. Selanjutnya Ibu Eka yang garap. 


Setelah jum'atan, Ketua dikasih info dari Ibu Eka. Jadi pasien ini merupakan pengidap Ca Mamae, Ca-nya sudah diangkat, tapi paska operasi justru kondisi fisiknya mengalami penurunan secara drastis. Yang awalnya bisa berjalan jadi lumpuh, cuma bisa tiduran di kasur, miring ke kiri dan ke kanan terasa sakit di tulang belakang, feeling Ibu Eka sih kemungkinan sudah metastasis ke tulang belakang. 


Ditambah lagi BPJS senilai 6 juta lebih yang tidak sanggup terbayar karena suami pasien sudah lama tidak kerja paska Covid-19 sehingga BPJSnya tidak bisa dipakai, plus Jamkesda pun tertolak saat pasien dirujuk ke RS Dharmais karena Jamkesda Kota Bekasi cuma berlaku untuk RSCM. Lengkap lah sudah cerita tentang pasien itu yang saat ini sedang mengalami kesakitan yang teramat sangat. 


Sekitar jam 14:00an, salah satu tim segera bergerak meluncur ke rumah pasien itu. Rumah kontrakan dengan kondisi yang alakadarnya. Anaknya 2 orang, laki-perempuan, masih SD. Saat tim sampai disana kedua anak itu sedang mijitin dan ngelapin mamanya, katanya supaya mamanya kuat. 


Setelah cek semua datanya, tim bergegas segera membawa pasien itu ke RSCM, walaupun berkas masih belum lengkap. Ibu Eka selalu kasih arahan saat tim tiba di rumah pasien, sepanjang perjalanan, hingga setibanya di RSCM. Alhamdulillah prosesnya lancar, diterima di IGD RSCM dengan baik, dan langsung dapat bed untuk perawatan. 


Semoga Ibu Selfy segera mendapat perawatan secara maksimal, segera ditangani penyakitnya, segera disehatkan jiwa raganya, dan segera bisa kumpul lagi dengan keluarga tercinta di rumah. Untuk proses berkas yang kurang, akan kita bantu hingga semuanya selesai. Gitu aja.... 


#CeritaRelawan

#RelawanCahaya

#CahayaFoundation

#BergerakDariHati


https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10216316603746875&id=1807606166

Selengkapnya

Minggu, 25 November 2018

Bapak Bambang Sulistio Dan Adik Yusuf Al Fatih

Kamis siang (15/11/2018), saat posisi ambulance Cahaya Foundation sedang berada di wilayah Bekasi Utara, dihubungi melalui saluran seluler berupa informasi darurat mengenai warga Kampung Buaran, Lambangsari, Tambun Selatan, yang mengalami sesak napas dan membutuhkan pertolongan segera.

Bapak Bambang Sulistio, 62 tahun, nama pasien tersebut. Menurut informasi, selama 2 minggu terakhir pak Bambang mengalami penurunan kondisi tubuh. Saat merasakan hawa dingin atau tidur di malam hari, selalu merasakan sesak napas. Sebelumnya, pada pagi harinya sempat dibawa ke klinik terdekat dan diinhalasi sehingga kondisinya agak lebih baik. Tetapi siang itu kondisi fisiknya secara umum mengalami penurunan kembali.



Melihat langsung kondisi pak Bambang yang mengalami sesak napas hingga tersengal-sengal, tanpa berlama-lama, Tim Ambulance Cahaya Foundation segera menyiapkan tabung dan selang oksigen untuk membantu pernapasan selama perjalanan ke Rumah Sakit, dan secepatnya membawa pak Bambang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi untuk mendapatkan tindakan medis yang lebih tepat. Sesampai di IGD RSUD Kabupaten Bekasi, melihat kondisinya, Tim Medis RSUD Kabupaten Bekasi segera menangani, dicek gula darahnya yang ternyata diatas 700 mg/dl, juga diobservasi untuk hal lainnya, dan disarankan oleh dokter yang menanganinya untuk menjalani rawat inap.

Pihak keluarga sempat kebingungan dikarenakan tidak memiliki jaminan kesehatan apapun, selain juga kondisi ekonomi yang minim. Tim Pendamping Pasien Cahaya Foundation turun tangan untuk melakukan advokasi. Setelah verifikasi data, ada kendala di Kartu Keluarga yang belum diperbaharui dan harus segera diurus untuk melengkapi pengurusan penjaminannya.

Keesokan harinya, Jum'at pagi (16-11-2018), proses pengurusan kelengkapan data segera dijalankan dan mendapat rekomendasi dari Kecamatan Tambun Selatan pada siang harinya, untuk selanjutnya ditindaklanjuti pengurusan penjaminan pembiayaan pengobatannya ke Dinas Sosial Kabupaten Bekasi dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi pada hari Senin.

Pada Jum'at malam, masuk data lain, pasien dampingan baru, ke Tim Pendampingan Pasien Cahaya Foundation untuk pasien bayi atas nama Yusuf Al Fatih, putra dari Bapak Heriko Adi Wibowo, beralamat di Desa Sumberjaya, Tambun Selatan, yang mengalami Sakit Diare Akut disertai Pendarahan di Lambung dan telah mendapat perawatan selama 4 hari di RSUD Kabupaten Bekasi. Tindakan medis sudah dilakukan, yaitu pemasangan NGT Oksigen. Ayah bayi Yusuf bekerja sebagai Driver Ojek Online dan sudah tentu kesulitan untuk pembiayaan pengobatannya. Pihak keluarga sudah sempat mengurus Surat Jaminan Perawatan akan tetapi tertolak dikarenakan tidak adanya Kartu Keluarga, juga telah melewati batas waktu 3 hari sesuai aturan yang ditetapkan.


Senin (19-11-2018), Tim Pendamping Pasien Cahaya Foundation bergerak memberikan advokasi bagi pasien ke Dinas Sosial Kabupaten Bekasi dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi untuk mendapatkan Surat Jaminan Perawatan bagi pasien agar terbebas dari pembiayaan di Rumah Sakit. Pada Senin siang kedua jaminan kesehatan telah didapat.



Saat berita ini ditulis, anak Yusuf Al Fatih sudah diperbolehkan pulang, tinggal menjalani rawat jalan secara berkala, akan tetapi pak Bambang masih menjalani perawatan dikarenakan kondisinya masih belum stabil.

(Akhmad Qodari)

Selengkapnya

Minggu, 01 April 2018

Pak Tatang, Hikmah Bertetangga




KOTA BEKASI -- Usia senja, sebagaimana lazimnya yang banyak kita saksikan dalam tayangan sinema elektronik atau film-film picisan yang bertebaran di bioskop-bioskop, biasanya banyak dihabiskan orang dengan berkegiatan ringan di rumah. Berkumpul dengan keluarga tercinta atau menjalani kegiatan kegemaran, seperti berkebun di pelataran, memelihara burung berkicau, dan sebagainya merupakan pilihan yang paling umum bagi sebagian lansia. Tetapi, hal itu tidak terjadi pada Bapak Tatang Ewod. Laki-laki renta berusia 68 tahun yang selama ini tinggal di petakan kecilnya di Kaliabang Nangka, Bekasi Utara, Kota Bekasi ini, hidup dalam kondisi memprihatinkan. Demi untuk menghidupi dirinya sendiri, di usia senjanya, Pak Tatang masih harus mendorong becaknya kemana-mana. Berpuluh tahun ia hidup sendiri di tengah hiruk pikuknya Kota Bekasi, dengan jarak yang cukup jauh dari keluarga yang entah bagaimana kabarnya di kota asalnya, Majalengka. 

Namun, sejak 2 bulan terakhir, warga sekitar jarang ada yang melihat keberadaan Pak Tatang. Kakek yang baik hati dan dengan sukarela sering membantu membersihkan pekarangan rumah warga perumahan dekat kontrakannya, atau sering membantu memperbaiki sepeda anak-anak warga tanpa diminta, yang biasanya inisiatifnya itu tanpa pernah diberi imbalan, ternyata sakit cukup parah sehingga sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan. Selama sakitnya, hidupnya hanya mengandalkan bantuan wàrga sekitar kontrakannya. Beruntung, Pak Ade, pemilik kontrakan tempat Pak Tatang tinggal selama ini, walaupun sehari-hari berdagang ikan lele di pasar, memiliki rasa kepedulian yang tinggi. Dengan telaten Pak Ade merawat dan mengurus Pak Tatang selama sakitnya. 

Warga perumahan tempat Pak Tatang biasa mangkal dengan becaknya bersegera bahu membahu membawa Pak Tatang ke salah sebuah Rumah Sakit swasta terdekat. Namun, karena Pak Tatang tidak memiliki jaminan pengobatan sama sekali, juga karena tidak ada keluarga yang bisa dijadikan sebagai jaminan, maka Pak Tatang dibawa pulang kembali setelah dirawat beberapa waktu. 

Sampai akhirnya Ibu Mardiana Sumanti, salah seorang warga di perumahan tersebut yang kebetulan mendapat informasi dari Pak Ade terkait kondisi Pak Tatang, berinisiatif menghubungi teman SMAnya yang kebetulan sebagai aktifis relawan di Cahaya Foundation pada Kamis malam, 29/3, yang selanjutnya komunikasi lebih intens dilakukan pada Jum'at pagi harinya, 30/3, dengan tim khusus pendamping pasien. 

"Assalamualaikum mba eka, maaf ganggu, dan salam kenal...saya dian, temen smanya vita (mas eko), mo info kan didepan komplek ada tukang beca yg lagi perlu pendampingan untuk perawatan, kira2 prosedur utk minta bantuan cahaya foundation gimana ya? Sebelumnya maaf, pagi2 sudah merepotkan", demikian kalimat awal komunikasi pada Jum'at pagi tersebut. Komunikasi selanjutnya, "Saya pribadi belum liat langsung mba, dpt info dr bang ade (blio tetangga kontrakan, profesinya jual lele dipasar), hr rabu krmn sempat dibawa warga ke rs anna, cm krn ngga ada keluarga yg bertanggung jawab, rs ngga mau ngerawat, cm diinfus lalu plng lagi. Diagnosanya katanya tbc n gula. Namanya pak tatang, usianya kurleb 60an semenjak fungsi matanya berkurang blio, kyk org putus asa, jd kl diajak ngurus dokumen, ngga mau, 'nanti kalo saya mati anyutin aja ke kali...', begitu cerita dr bang ade..." 

Komunikasi melalui tulisan dan kiriman foto pada aplikasi media sosial yang ada di perangkat seluler cukup membantu memberikan analisa mengenai tingkat kegawatan kondisi pasien sehingga diputuskan untuk sesegera mungkin dilakukan evakuasi, yang akhirnya pada sore harinya, pukul 17.10 WIB, proses evakuasi ke RSUD Kota Bekasi dilakukan. Pak Tatang diantar ke IGD RSUD Kota Bekasi, beberapa puluh menit kemudian mendapat perawatan di Ruang Mawar nomor 5, di Lantai 3 gedung tersebut. 

Keesokan harinya, hari Sabtu, banyak warga perumahan dekat kontrakan Pak Tatang yang datang menjenguk. Perilakunya yang sangat baik kepada warga sekitar kediaman dan tempatnya mangkal menarik becak sebagai mata pencahariannya, membuatnya disukai oleh banyak warga. Namun, kondisi Pak Tatang belum mengalami perubahan berarti, masih lemah seperti saat dievakuasi.

"Pak Tatang meninggal", begitu pesan singkat yang diterima di perangkat seluler pada Minggu siang, 1/4, tepat Pukul 12.30 WIB. Serentak tim pendamping pasien yang semula melakukan evakuasi, bergerak melakukan penjemputan dan proses administrasi pengambilan jenazah Pak Tatang di RSUD Kota Bekasi. Warga sekitar tempat kediaman Pak Tatang pun dihubungi dan segera bergerak bersama mengkondisikan segala hal untuk memberi penghormatan dan mengantarkan jenazah Pak Tatang ke tempat peristirahatannya yang terakhir.

Komunikasi terakhir ibu Mardiana menginformasikan, "alhamdulillah dimudahkan semua...uang takziyah yg dr bintang dpt 6 jutaan...bisa buat biaya pemakaman dan sebagian rencananya buat diinfakin atas nama alm". Informasi yang melegakan, mengharukan sekaligus membahagiakan untuk semua orang yang mendengarnya. Betapa sungguh, kesempitan dunia yang Pak Tatang miliki, ternyata justru dipermudah segalanya tanpa diduga-duga di akhir hidupnya. Mulai sejak proses evakuasi, hingga pemakamannya, semuanya berjalan dengan lancar, seperti tanpa kendala. Mungkin itulah hikmah dari perilaku baik terhadap semua warga sekitar rumahnya yang selama ini Pak Tatang lakukan. 

Dalam salah satu Hadits Shahih dari Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi, diriwayatkan dari Mujahid bahwasannya Abdullah bin Amru beliau menyembelih seekor kambing. Beliau lalu berkata kepada seorang pemuda: ‘akan aku hadiahkan sebagian untuk tetangga kita yang orang Yahudi’. Pemuda tadi berkata: ‘Hah? Engkau hadiahkan kepada tetangga kita orang Yahudi?’. Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda ‘Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris‘”. 
(Cahaya Foundation / Handika Puguh Pratama) 

#CahayaFoundation #WargaSalingBantu #PendampinganPasien #Bekasi #Jabodetabek #Indonesia 




Selengkapnya

Minggu, 07 Januari 2018

Dari Cibarusah ke RS Jantung Harapan Kita (Pendampingan Dede Hade, Bayi 10 Bulan Penderita Jantung Bocor)


JAKARTA -- Semua orangtua pasti menginginkan buah hati, yang merupakan darah daging kesayangan, lahir dan tumbuh berkembang dalam keadaan sehat dan normal, tak kurang suatu apa pun. Sejak awal berada dalam kandungan selalu dijaga dan dirawat dengan baik. Berbagai vitamin dan asupan gizi terbaik bagi sang ibu pun diberikan dalam porsi lebih sempurna dibanding kondisi saat tidak hamil.

Begitu pula dengan pasangan Hans Nurdiansyah dan Yuliani yang tinggal di Cibarusah, nun di sudut sebelah selatan Kabupaten Bekasi ini. Hans bekerja sebagai karyawan pada salah satu perusahaan swasta di sebuah kawasan industri di bilangan Cikarang, Kabupaten Bekasi, sedangkan istrinya Yuliani mengurus rumah tangga dan anak pertama mereka. Saat kehamilan anak yang kedua memasuki usia 8 bulan, Yuliani yang mengidap salah satu jenis penyakit autoimun yang bernama Myasthenia Gravis ini, mengalami krisis miastenik, yaitu kondisi dimana pasien Myasthenia Gravis mengalami sesak nafas yang disertai batuk dan flu. Dokter RSUP Hasan Sadikin Bandung yang selama ini menanganinya, memeriksa kondisi kandungannya dan menyarankan untuk segera melahirkan secara caesar, karena dikhawatirkan akan mengalami resiko yang buruk terhadap ibu dan janin. 

Pada 20 Maret 2017, lahirlah anak kedua mereka, laki-laki, dengan panjang 47 Cm dan berat badan 2,25 Kg, diberi nama Ahmad Sulaiman Hade. Dede Hade, demikian anak kedua mereka itu dipanggil, lahir dalam keadaan kuning. Pasca melahirkan, sang ibu harus dirawat di ruang ICU selama 5 hari, terpisah dengan Dede Hade. selang 5 hari kemudian barulah Dede Hade bertemu dengan ibunya.

Saat Dede Hade kontrol untuk pertama kalinya, dokter menyatakan bahwa Dede Hade mengalami kelainan pada jantungnya. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, dr. Rahmat Budi Sp.A(K) yang menangani Dede Hade menyatakan bahwa ia mengalami Ventricular Septal Defect, yang dalam bahasa medis biasa disingkat dengan VSD, atau bahasa awamnya disebut kebocoran bilik jantung. VSD merupakan kelainan jantung bawaan berupa lubang di dinding pemisah (septum) antara bilik kanan dan bilik kiri jantung. Pada kebanyakan kasus, VSD muncul di bagian bawah katup aorta. Katup ini berfungsi mengontrol aliran darah dari bilik kiri ke pembuluh darah arteri utama dalam tubuh, yaitu aorta.

VSD menyebabkan darah yang kaya oksigen tidak dipompa ke seluruh tubuh, melainkan masuk kembali ke paru-paru. Akibatnya, kerja jantung menjadi lebih berat. Kelainan anatomi jantung ini pada umumnya merupakan kelainan bawaan yang didapat sejak lahir. Jika berukuran kecil, VSD dapat menutup dengan sendirinya setelah beberapa waktu. Namun jika berukuran besar, lubang ini harus ditutup melalui operasi.

Dalam kondisi normal, darah dipompa dari jantung bagian kanan menuju ke paru-paru untuk mendapatkan oksigen, dan masuk kembali ke jantung bagian kiri. Kemudian jantung bagian kiri bertugas memompa darah yang kaya oksigen tersebut ke seluruh tubuh. Adanya defek septum ventrikel menyebabkan darah dari bilik kiri jantung yang kaya oksigen bercampur dengan darah di bilik kanan jantung yang belum teroksigenisasi. Hal ini memaksa jantung, baik bagian kanan maupun bagian kiri, untuk bekerja lebih keras.

Pada kasus Dede Hade ini, terdapat 2 buah lubang berukuran sekitar 2 milimeter pada jantungnya, dan oleh dokter disarankan untuk dilakukan tindakan bedah, akan tetapi tidak bisa dilakukan di RSUP Hasan Sadikin Bandung, dikarenakan ada beberapa keterbatasan, yang kemudian Dede Hade dirujuk ke RS Jantung Harapan Kita Jakarta. Dikarenakan peraturan BPJS mengharuskan mekanisme rujukan berjenjang, maka Dede Hade dibawa terlebih dahulu ke RSUD Kota Bekasi untuk dimintakan rujukan. 

Rabu 3 Januari 2018, setelah sebelumnya pihak keluarga meminta pendampingan, Dede Hade diantar oleh Cahaya Foundation untuk berobat ke RS Jantung Harapan Kita, bertemu dengan dr. Poppy Surwianti Roebiono Sp.JP(K)FIHA dan melakukan serangkaian pemeriksaan, yang meliputi EKG, Rontgen dan ECHO. Dr. Poppy menyatakan hal yang sama dengan dr. Rahmat, akan tetapi dinyatakan bahwa untuk penyakit Dede Hade belum dapat dilakukan tindakan operasi. Diharapkan selama pertumbuhan Dede Hade lubang di jantung bisa menutup dengan sendirinya. Dr. Poppy mengatakan bahwa beliau akan diskusi dengan team terlebih dahulu, dan selama menunggu hasil diskusi, Dede Hade diminta untuk kontrol kembali pada bulan Mei 2018 nanti.

#CahayaFoundation #Pendampingan #Advokasi #CareGivers #Pasien #Bayi #Jantung #Bekasi #Jakarta #JaBoDeTaBek #Indonesia

Selengkapnya

Minggu, 31 Desember 2017

Dari Cibarusah Ke RSCM (Pendampingan Pasien Myasthenia Gravis, Sulaeman Hanafiah Lubis)

JAKARTA -- Di tahun 2016, Sulaiman Hanafiah Lubis (27 tahun) mulai merasakan lemas di sekujur tangan dan kakinya. Ia mencoba melakukan pengobatan ke Klinik Faskes Tingkat 1 di dekat rumahnya, di Cibarusah, Kabupaten Bekasi. Beberapa kali berobat ke Klinik tersebut tapi tidak ada tanda-tanda perubahan atas penyakitnya, sehingga pada akhirnya dirujuklah ke RS Siloam Cikarang. Di Rumah Sakit tersebut ia diberi pengobatan dengan Mestinon dengan dosis 2x1 hari, untuk selanjutnya ia dirujuk kembali ke RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk melakukan serangkaian test guna tegaknya diagnosa atas penyakit yang dideritanya.

Awal tahun 2017, Sulaiman mulai menjalani pengobatan ke RSCM. Setelah menjalani test EMG, dokter menyatakan bahwa ia menderita Myasthenia Gravis, dan selanjutnya diberi obat Mestinon dengan dosis 3x1 hari.

Sebagai buruh di salah sebuah pabrik di wilayah Kawasan Industri Lippo Cikarang, tentunya aktifitas kerjanya terbilang cukup melelahkan, apalagi ditambah dengan kondisinya sebagai penyandang penyakit Myasthenia Gravis. Bulan September 2017, Sulaiman mulai mengalami sesak nafas dan suara yang berubah sengau. Kondisi tersebut disampaikannya saat ia kontrol rutin ke RSCM, sehingga dokter menaikkan dosis Mestinon menjadi 5x1 hari, disertai obat-obatan lain sebagai penunjang kondisi tubuhnya.

Pada bulan November 2017, ia minta pendampingan dari Cahaya Foundation dikarenakan Krisis Miastenik yang menyerangnya, yang menyebabkannya terpaksa harus masuk UGD RSCM. Krisis Miastenik merupakan keadaan gawat darurat, yang mana pengobatannya meliputi perawatan di ruangan intensif, alat bantu pernafasan, cairan dan elektrolit, dan pencegahan atau penanganan infeksi.   

3 hari Sulaiman mendapat perawatan di ruang ICU dan kemudian 2 minggu menjalani rawat inap, selanjutnya dokter menyarankan untuk melakukan Plasmapheresis. Plasmapheresis adalah proses pemisahan sel-sel darah dengan plasma. Plasma yang telah dipisahkan akan diganti dengan pengganti plasma (terjadi pertukaran plasma). Tujuan dari tindakan ini adalah untuk membuang antibodi yang ada di plasma, dan menggantinya dengan yang baru, dengan demikian diharapkan antibodi yang menyebabkan Myasthenia Gravis dapat hilang, atau minimal bisa dikurangi secara signifikan.

Prosedur Plasmapheresis ini biasanya berlangsung sekitar 1-3 jam setiap kali tindakan, tergantung berat, tinggi, dan jumlah plasma yang diganti. Seberapa sering atau frekuensi berapa kali dilakukan Plasmapheresis tergantung hasil pemeriksaan dan konsultasi dengan dokter. Tindakan Plasmapheresis biasanya memberikan efek yang cepat, dalam beberapa hari dan dapat bertahan hingga 1-2 bulan kemudian. Efek samping yang umum terjadi dari tindakaan ini adalah penurunan tekanan darah, rasa pusing, kedinginan, berkeringat, penglihatan buram atau kram perut.

Setelah 5 kali menjalani Plasmapheresis, Sulaiman akhirnya diizinkan pulang.

Saat kontrol ulang ke RSCM kemarin, Sulaeman masih diberi pendampingan oleh Cahaya Foundation, melakukan konsultasi dengan dokter, dan memintakan surat izin dari dokter selama beberapa hari sehubungan keadaannya yang mulai mengalami sesak napas karena aktifitas pekerjaannya dan pasca Plasmapheresis tersebut.

#CahayaFoundation #Pendampingan #Advokasi #Pasien #MyastheniaGravis #Autoimun #Bekasi #Jakarta #JaBoDeTaBek #Indonesia



Selengkapnya

Kamis, 14 Desember 2017

Kisah Linda, MGers Dari Bengkulu


Saat ini, semakin hari semakin banyak ditemukan penyandang Myasthenia Gravis yang menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Seperti halnya Linda Herliana, 27 tahun, warga Gading Cempaka, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu yang baru saja Cahaya Foundation beri pendampingan.

Sejak awal April 2017, Linda mulai merasakan gejala susah menelan, sesak nafas, serta mudah lelah setelah melakukan aktifitas. Pada kondisi orang normal, kelelahan otot merupakan hal biasa yang dapat disembuhkan dengan beristirahat. Namun kelemahan otot yang Linda alami terjadi tanpa kontrol. Linda segera memeriksakan kesehatannya di sebuah Rumah Sakit swasta di Bengkulu. Dokter yang melakukan pemeriksaan di Poly Syaraf Rumah Sakit tersebut mendiagnosa, bahwa Linda terkena Myasthenia Gravis, yaitu kelainan autoimun yang tergolong langka, dimana antibodi yang diproduksi menyerang otot-otot tubuh penyandangnya sendiri dan dapat menyerang usia berapapun. Linda selanjutnya diberikan pyridostigmine (Mestinon), yaitu agen antikolinesterase yang digunakan untuk pengobatan simtomatik Myasthenia Gravis.

Selang beberapa bulan melakukan kontrol ke Rumah Sakit tersebut, Linda tidak banyak mengalami kemajuan yg berarti. Kondisinya cenderung drop, yang ditandai dengan penurunan berat badan secara drastis. Melihat hal itu, dokter syaraf yang selama ini menanganinya menyarankan Linda untuk melakukan pemeriksaan lebih detail lagi, berupa pemeriksaan Repetitive Nerve Stimulation (RNS) dan Scan Thorax. Ditunjuklah RSCM sebagai tempat rujukan Linda untuk menjalani test tersebut.




Pertengahan November 2017, Linda meminta pendampingan Cahaya Foundation, untuk memberikan pendampingan pada saat berobat ke RSCM Kencana. Di RSCM, Linda ditangani oleh Dr Manfaluthy Hakim, selaku dokter spesialis syaraf di RSCM, dan pada akhirnya secara klinis Linda benar-benar dinyatakan positif Myasthenia Gravis. Dokter menyarankan Linda untuk melakukan pemeriksaan laboratorium dan RNS serta Scan Thorax. Dimulailah marathon serangkaian test yang harus Linda jalani di RSCM, mulai dari pemeriksaan darah, RNS dan Scan Thorax. Sesaat setelah pemeriksaan Scan Thorax, Linda mengalami sesak nafas dan lemas, yang segera dilarikan ke ruang transit. Diduga karena pemeriksaan yang cukup lama dan kemungkinan karena obat scan yang masuk ke dalam darah. Selang 1 jam kemudian, keadaan Linda mulai membaik.

Setelah menjalani semua rangkaian tes tersebut, Linda dijadwalkan bertemu kembali dengan dokter sembari membawa hasil tes tersebut. Hampir 2 minggu kemudian Linda baru bisa bertemu dengan dokter Manfaluthy Hakim, dikarenakan beberapa kali cancel. Berdasarkan semua hasil tes tersebut, Linda dinyatakan menderita Myasthenia Gravis type General dan kelenjar Thymusnya membesar. Hal inilah yg menyebabkan Linda mengalami kondisi stuck cenderung memburuk. Dokter menyarankan Linda untuk segera menjalani Plasmapharesis dan operasi pengangkatan kelenjar thymus.

Linda memutuskan untuk sementara kembali ke Bengkulu untuk diskusi dengan keluarga mengingat banyak hal yang harus dipersiapkan untuk menjalani proses pengobatan di Jakarta. Sebelum kembali ke Bengkulu, Linda sempat memberikan testimoninya atas pendampingan yang selama ini ia rasakan. Berikut testimoninya;

"Alhamdulillah,,  selesai juga berobat di RSCM nya,,  terima kasih yg sebesar2nya buat mbak wiwik dari @Cahaya Fondution yg udah dampingi saya selama berobat disini, semoga kebaikan mbak dibalas oleh yg maha kuasa dan menjadi amal jariyah buat mbak,,  amin...  Terima kasih juga buat bu Eka Diah Purwanti atas waktunya harini udah nmenin kedokter dan menguatkan saya dan untuk nasehat serta masukannya meskipun hasil tidak sesuai dengan apa yg kita harapkan namun harus kuat untuk bertahan ,, mudah2an silaturahmi tetap terjalin meski jarak akan memisahkan,,☺ harapan saya semoga CAHAYA FONDUTION tetap terus berdikari untuk membantu orang2 yg membutuhkan bantuan seperti saya,,  mudah2an ada jodoh kita bertemu lagi dilain waktu..  Amin Rido Maulana"

#CahayaFoundation #Kesehatan #Pendampingan #Advokasi #Pasien #Jabodetabek #Bekasi #Bengkulu #Indonesia
Selengkapnya

Jumat, 17 November 2017

Kesaksian Pasien Dampingan Dari Karawang

"Terima kasih banyak Pmgi dan Cahaya Faundation ♡♡
Yg 2bulan ini sllu suport pengobatan di jakarta.. 
Semoga Pmgi dan Cf samakin jaya, semakin menjadi berkat untuk pejuang2 yg membutuhkan bantuan..
Maksih banyak mas Muhammad Maulana Kustarmin dan ibu buat ketulusan kalian ngerawat tanti sewaktu diyayasan ♡♡ 
Buat ibu Eka Diah Purwanti dan pak Wahyu Din jg makasih banyak yah udh jauh2 mau jemput tanti dan sllu suport dlm pengobatan ♡♡
Dan ibu Wiwik Rahayu , pak ahmad makasih banyak untuk kesetian, kesabaran kalian yg trs dampingin tanti dan urus2 pengobatan tanti dan ngak lelah2 padahal suka digalakin perawat :D :D pokonya makasih banyak untuk kalian :* :* 
Makasih banyak dokter2 yg merawat dengan sabar..
RSCM makasih untuk obat2anya yg ngk nangung2 :D :D 
Untuk sodara2 jg makasih banyak udah disuport tempat tingal selama disini dan lain2 :* :* 
Tuhan yg bales kebaikan kalian..
#thanksGOD ♡♡♡♡♡"

Tulisan diatas merupakan tulisan pada status Facebook dari Tanti Karinah, pada tanggal 24 Oktober 2017 yang lalu.

Tanti, 23 Tahun, mulai berkenalan dengan Myasthenia Gravis di usianya yang masih sangat belia, yaitu umur 16 tahun. Awalnya ia merasakan sakit pada telapak tangan kanan dan kedua belah kakinya. Tak lama berselang, tungkai kakinya pun mengalami pembengkakan. Lambat laun seluruh jari tangan dan kaki mulai mengalami perubahan bentuk, yaitu mengalami pembengkokan. Ia memeriksakan penyakitnya ke klinik di dekat rumahnya, di Karawang, dan diberi obat anti nyeri, tetapi tidak mengalami perubahan. Seiring berjalannya waktu, bengkak di kedua kakinya mulai menghilang, tapi ia mengalami masih mengalami kesulitan saat berjalan agak jauh dan mulai bergantung pada obat-obatan.

Pada tahun 2013, Tanti dirawat di sebuah Rumah Sakit di Karawang dan saat itu mulai diketahui diagnosa penyakitnya adalah Myasthenia Gravis. Setelah 4 tahun berselang, ia kembali memeriksakan kondisi kakinya tersebut, tapi tidak ada perubahan yang berarti, sehingga terpaksa harus dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo (RSCM). 

Berbekal informasi yang didapat dari komunitas pasien Myasthenia Gravis, Tanti dan keluarga menghubungi Pejuang Myasthenia Gravis Indonesi (PMGI) dan Cahaya Foundation, yang memang menitikberatkan kegiatan utamanya pada pendampingan bagi para pasien Myasthenia Gravis, untuk diberi pendampingan selama berobat ke RSCM. Tanti segera dievakuasi ke Rumah Singgah Pasien Dampingan PMGI dan Cahaya Foundation di Depok untuk selanjutnya diberikan pendampingan ke RSCM berbarengan dengan pasien Myasthenia Gravis yang lain.

Hasil observasi sementara dokter Rheumatologi menduga bahwa Tanti kemungkinan menderita penyakit autoimmune lain yaitu Rheumatoid Arthitis (RA). Saat ini sudah dilakukan pemeriksaan laboratorium, rontgen tangan dan kaki, selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan Elektromiografi (EMG) untuk mengevaluasi fungsi saraf dan otot yang sudah djadwalkan secara pasti, serta serangkaian tes dan pemeriksaan lain guna tegaknya diagnosa yang sebenarnya atas penyakitnya. Kemudian Tanti dirujuk intern ke poli rheumatologi. 

Tanti terdiagnosa RA, sehingga harus rutin meminum obat Methotrexate (MTX) yang merupakan obat yang berfungsi untuk mengganggu pertumbuhan sel-sel tertentu dari tubuh. Sebelum pemberian obat MTX, Tanti dirujuk ke poli Pulmologi untuk memastikan tidak ada masalah dari paru-parunya. 

Setelah beberapa kali melakukan konsultasi dan kembali menjalani serangkaian test, akhirnya Tanti diberikan obat-obatan untuk dua jenis penyakit autoimmune yang diidapnya. Untuk selanjutnya Tanti terjadwal satu bulan sekali harus kontrol rutin ke RSCM, dan pendampingan atas diri Tanti dinyatakan telah selesai.

#Pendampingan #Pasien #PMGI #CahayaFoundation #MyastheniaGravis #MGers #Karawang #Bekasi #Depok #Indonesia




Selengkapnya

Minggu, 20 Agustus 2017

Pendampingan Pak Mursidik


Pak Mursidik, 70 Tahun, warga Teluk Buyung, Marga Mulya, Kota Bekasi, sebelumnya pernah bekerja sebagai pengemudi di sebuah perusahaan swasta di Tangerang. 

3 tahun yang lalu, pak Mursidik pernah mengalami benjolan di perut, dan pernah dilakukan tindakan operasi di RSUD dr. Chasbullah Abdul Madjid Kota Bekasi. Pasca operasi, ternyata luka bekas operasinya memerah. Diduga sebelum dilakukan tindakan operasi, jaringan tubuhnya sudah dalam keadaan kurang baik. Pernah dilakukan tindakan injeksi sebanyak 2 kali, tapi tidak ada perubahan, justru bekas operasinya semakin memerah dan mengeluarkan cairan. Setelah beberapa kali bolak balik berobat, dan keluarga melakukan rembukan secara internal, akhirnya diputuskan untuk menghentikan pengobatan.

Pada Mei 2017, sebelum ramadhan, pak Mursidik kembali merasakan sakit pada pinggang dan kedua kakinya. Berjalan pun harus menggunakan tongkat sebagai alat bantu untuk berjalan.

Pada bulan Juni 2017, pak Mursidik mulai merasakan lemah di sekujur kakinya, sudah tidak sanggup berdiri menopang tubuhnya, dan akhirnya tidak bisa bangun sama sekali, hanya tergolek lemah di pembaringan. 

Karena kondisi pak Mursidik semakin memburuk, awal Agustus 2017, barulah istri pak Mursidik menghubungi Cahaya Foundation, untuk minta pendampingan pengobatan. 



Segera dilakukan koordinasi antara Caregivers Pejuang Myasthenia Gravis Indonesia (PMGI) dan Relawan Pendamping Cahaya Foundation untuk mengevakuasi pak Mursidik ke Rumah Sakit dan pengurusan penjaminannya. Sesaat, di hari itu juga, pak Mursidik diberi pendampingan ke RS Anna Medika Bekasi. Beberapa saat pak Mursidik ditangani oleh paramedis RS Anna Medika Bekasi, akan tetapi, karena Rumah Sakit tersebut merasa kekurangan peralatan yang memadai, pak Mursidik dirujuk ke RSUD dr. Chasbullah Abdul Madjid Kota Bekasi. 

Setiba RSUD dr. Chasbullah Abdul Madjid Kota Bekasi, pak Mursidik segera ditangani secara intensif, dan dilakukan berbagai pemeriksaan. Dokter menduga pak Mursidik menderita penyakit Tb Tulang dan Tb Paru, dan diharuskan menjalani rawat inap dalam rangka penanganan penyakitnya. Tapi, Allah SWT berkehendak lain. Tak lama menjalani perawatan di Rumah Sakit, di Minggu pagi ini, tepat pukul 06.18 WIB, pak Mursidik dipanggil Allah SWT. Innalillahi wainnailaihi rojiuun…

Sahabat sekalian, segala upaya telah kita tempuh, pihak paramedis pun telah melakukan perawatan dengan baik, akan tetapi Allah SWT lebih sayang kepada pak Mursidik sehingga secepat itu memanggil beliau. Terima kasih atas segala limpahan do’a, sepenuh empati, rasa peduli, dan dukungan tak terhingga dari sahabat semua, semoga pak Mursidik diampuni segala dosanya, diterima semua amal baiknya, dan keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran. 

Salam takzim dari kami, 
Relawan Pendamping Cahaya Foundation dan Caregivers PMGI

Selengkapnya

Sabtu, 05 Agustus 2017

Kisah Tentang Myasthenia Gravis Pada Rindayani

Waktu SMA Kelas 2, di tahun 1999, merupakan awal mula perkenalan Rindayani, 37 tahun, warga Tambun Selatan - Kabupaten Bekasi, dengan Myasthenia Gravis, salah satu jenis penyakit autoimun kronis yang menyerang otot. Saat itu ia merasakan reaksi di tubuhnya yang sangat ekstrim, yaitu; badan mudah sekali lelah saat menulis, dan punggung kerap terasa berat. Saat itu ia tidak tahu bahwa gejala yang dirasakannya itu merupakan salah satu gejala Myasthenia Gravis. 

Masa-masa kuliah, di tahun 2003, Myasthenia Gravis yang sudah bersenyawa di dalam tubuhnya mulai menunjukkan kecentilannya. Kelelahan yang dirasakannya semakin menjadi. Selain itu ia sulit sekali untuk fokus kepada hal yang sedang dikerjakannya. Juga ia sering sekali seketika terjatuh tanpa sebab, tapi ia mudah pula bangkit kembali. 

Puncaknya, di tahun 2008, Rindayani terjatuh akan tetapi ternyata sulit untuk berdiri kembali. Saat itu akhirnya diputuskan untuk berobat ke RS Hasan Sadikin Bandung. Setelah pengobatan berjalan 5 bulan, Rindayani didiagnosa menderita Myasthenia Gravis. Selama dalam masa rawat inap tersebut, ia mengalami kelumpuhan total, seluruh anggota tubuhnya tidak bisa digerakkan sama sekali. Dokter yang merawat menduga kemungkinan ada penyakit penyerta yang lain, selain Myasthenia Gravis yang diidapnya. Selama itu pula ia sempat diberikan tindakan plasmapharesis sebanyak 3 kali, namun tidak ada perubahan yang berarti terhadap kondisi tubuhnya. Akhirnya pihak keluarga pasrah, dan memutuskan untuk pulang paksa.

Praktis selama kurun waktu sejak tahun 2008, sepulangnya dari pengobatan di RS Hasan Sadikin itu, Rindayani mengalami kelumpuhan total. Tangan dan kakinya sama sekali tidak bisa digerakkan. Bahkan matanya pun tidak bisa terbuka. Cuma alat pendengarannya saja yang masih bisa mendengar berbagai suara di sekitar tubuhnya.

Tahun 2013 terjadi mukjizat, sedikit demi sedikit, perlahan-lahan, kedua kelopak mata Rindayani mulai membuka. Kedua tangan dan kakinya pun perlahan-lahan mulai bisa digerakkan, hanya saja ia masih belum bisa berdiri. 

Setelah semakin jelas perkembangan kondisi umum tubuhnya semakin membaik, setahun kemudian, di tahun 2014, kembali Rindayani mulai berobat. Rumah Sakit yang dituju saat itu ke RSCM, yang memiliki fasilitas dan peralatan untuk pengujian terhadap penyakit autoimun yang paling lengkap se Asia Tenggara. Saat itu dilakukan pemeriksaan Elektromiografi (EMG), yaitu sebuah teknik yang digunakan untuk mengevaluasi fungsi saraf dan otot dengan cara merekam aktivitas listrik yang dihasilkan oleh otot skeletal. Ini merupakan tes penting yang digunakan untuk mendiagnosis kelainan otot dan saraf, namun juga tidak ada perubahan yang berarti. Dokter sempat mendiagnosa bahwa Rindayani menderita Gangguan Psikomatik dikarenakan kedua orangtuanya yang sudah meninggal dunia. Gangguan Psikosomatik, adalah suatu bentuk kecemasan yang berlebihan terhadap kondisi tubuh, Akhirnya pengobatan terhenti karena satu dan lain hal. 

Pada bulan Juli 2017 ini, berdasarkan informasi dari PMGI, Rindayani menghubungi Cahaya Foundation untuk memberikan pendampingan terhadap dirinya, untuk kembali berobat ke RSCM. Cahaya Foundation bersinergi dengan Caregivers PMGI, bersama-sama memberikan pendampingan bagi Rindayani. Untuk kali ke-2 kontrol ke RSCM ini, dokter mengarahkan untuk pemeriksaan Lumbar Puncture (LP) dengan cara “menusuk” daerah lumbar tulang belakang, untuk mengumpulkan sampel cairan serebrospinal guna pemeriksaan cairan otak. 




Diprediksi, pendampingan untuk Rindayani akan berjalan secara marathon dan dalam jangka waktu yang panjang. Untuk itu, kami mohon do’a dari sahabat semua agar tugas ini dapat berjalan dengan lancar dan selalu diberi kemudahan, sehingga Cahaya Foundation dan PMGI, selalu dapat memberikan pendampingan bagi siapa pun yang membutuhkan. Mohon do’anya juga agar Rindayani sesegera mungkin diberi kesembuhan dari penyakitnya dan disehatkan seluruh jiwa dan raganya. Aamiin….  

Terima kasih atas segala limpahan do’a, sepenuh rasa empati, kepedulian yang tak terperi, dan dukungan yang tak terkira dari sahabat semua.

Salam takzim dari kami, 
Cahaya Foundation 
              & 
Caregivers PMGI

Selengkapnya

Selasa, 01 Agustus 2017

Pendampingan Oma Wirdah

Hajjah Wirdah, atau lebih suka dipanggil dengan Oma Wirdah, 64 tahun, adalah penderita Myasthenia Gravis (MG), yaitu penyakit autoimun kronis dari transmisi neuromuskular yang menghasilkan kelemahan otot. Istilah Myasthenia berasal dari bahasa Latin untuk kelemahan otot, dan Gravis untuk berat atau serius. 


Menurut kamus kedokteran, penyakit autoimun itu sendiri adalah suatu jenis penyakit dimana antibodi menyerang jaringan-jaringannya sendiri. Myasthenia Gravis dapat menyerang otot apa saja, tapi yang paling umum terserang adalah otot yang mengontrol gerakan mata, kelopak mata, mengunyah, menelan, batuk, ekspresi wajah, bahu, pinggul, leher, otot yang mengontrol gerakan badan serta otot yang membantu pernafasan. Health Community dalam sebuah website-nya mendefinisikan Myasthenia Gravis sebagai penyakit autoimun kronis yang berakibat pada kelemahan otot skelet. Otot-otot skelet merupakan serabut-serabut otot yang terdiri dari berkas-berkas atau striasi (striasi otot) yang berhubungan dengan tulang. Myasthenia Gravis menyebabkan kelelahan yang cepat (fatigabilitas) dan kehilangan kekuatan pada saat beraktivitas, dan dapat membaik setelah beristirahat beberapa waktu.

Oma Wirdah telah menderita Myasthenia Gravis sekitar 14 tahun, yaitu sejak tahun 2003 yang lalu. Selama ini Oma Wirdah berobat ke RS Haji Pondok Gede yang jaraknya cukup jauh dari tempat tinggalnya di bilangan Bintara Bekasi. Dalam berobat, Oma Wirdah menggunakan fasilitas jaminan kesehatan BPJS kelas 1. Oma Wirdah maupun keluarga tidak tahu bahwa di RSUD dr Chasbullah Abdul Madjid Kota Bekasi memiliki fasilitas yang cukup lengkap dan sanggup menangani pelayanan pengobatan bagi penderita autoimun. 

Dalam kegiatan Gathering dan Silaturrahim Pejuang Myasthenia Gravis Indonesia (PMGI) yang merupakan organisasi wadah para penyintas MG, pada 30 Juli 2017, yang diselenggarakan oleh PMGI bekerjasama dengan Cahaya Foundation (CF), Oma Wirdah baru mengetahui bahwa PMGI telah bekerjasama dengan CF dalam berbagai kegiatan, terutama dalam hal pendampingan pasien, baik itu pasien MG itu sendiri maupun pasien penyakit lainnya. Akhirnya dijadwalkan rencana untuk pendampingan pengobatan bagi Oma Wirdah pada tanggal 1 Agustus 2017. 


Alhamdulillah, pendampingan bagi Oma Wirdah yang dilakukan oleh PMGI dan CF di RSUD dr Chasbullah Abdul Madjid Kota Bekasi berjalan dengan lancar. Pendampingan dilakukan sendiri secara langsung oleh ibu Eka Diah Purwanti, salah seorang founder CF, yang juga koordinator PMGI wilayah Jabodetabek dan merupakan penyintas MG, dibantu oleh ibu Wiwik Rahayu, salah seorang relawan CF. 

Mohon limpahan do'a dari sahabat semua, semoga Oma Wirdah segera diberi kesembuhan dan selalu diberi kesehatan dalam hidupnya. Juga mohon do’a agar selalu diberi kelancaran bagi kami, PMGI dan CF, untuk selalu dapat memberikan pendampingan bagi siapa pun yang membutuhkan bantuan pendampingan untuk berobat. Terima kasih kami haturkan kepada sahabat semua atas sepenuh rasa empati & kepedulian yang telah diberikan, cuma kalimat itu yang sanggup kami haturkan sebagai balasan. 

Salam takzim dari kami, 
Caregivers PMGI dan CF

Selengkapnya

Minggu, 23 Juli 2017

Pendampingan Ibu Susanti

Relawan Pendamping Cahaya Foundation dan Caregivers PMGI pertama kali bertemu dengan Ibu Susanti, 36 tahun, berdasarkan informasi dari ibu Titi Komariah, yang selama ini selalu membantu warga lingkungan sekitar rumahnya apabila terjadi musibah atau hal-hal yang sifatnya darurat di wilayah Duren Jaya, Kota Bekasi. Ibu Susanti mengalami pendarahan sejak pagi hari. Pada sore harinya, ibu Titi Komariah menghubungi Cahaya Foundation meminta diberikan pendampingan dikarenakan ibu Susanti merupakan pasien dhuafa, tidak memiliki jaminan apa pun untuk berobat.


Ibu Susanti memiliki 2 orang anak usia sekolah. Suaminya tidak memiliki pekerjaan tetap, hanya bekerja serabutan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, terpaksa ibu Susanti harus berdagang nasi uduk setiap paginya.

Pada sore itu juga, Relawan Pendamping Cahaya Foundation dan Caregivers PMGI meluncur ke rumah ibu Susanti. Setelah diperiksa kondisi umumnya, bersama-sama dengan ibu Titi Komariah diputuskan untuk segera membawa ibu Susanti ke Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) RSUD dr Chasbullah Abdul Madjid Kota Bekasi, sedangkan jaminan pengobatannya segera diurus keesokan harinya. 


Oleh paramedis yang sedang bertugas, ibu Susanti segera ditangani, dan diambil keputusan untuk segera dilakukan tindakan kuret, karena janinnya tidak bisa diselamatkan lagi. Kuret merupakan intervensi bedah untuk mengeluarkan isi rahim. Kadang tindakan ini diperlukan jika ada komplikasi paska aborsi medis atau keguguran, walaupun di beberapa negara, dokter terbiasa melakukan tindakan tersebut meskipun tidak diperlukan secara medis.

Paska tindakan kuret, ibu Susanti harus menjalani rawat inap selama 4 hari untuk memulihkan kembali kondisinya. 

Alhamdulillah, pendampingan bagi ibu Susanti di RSUD dr Chasbullah Abdul Madjid berjalan dengan lancar, penjaminan pun selesai diurus sehingga ibu Susanti tidak dikenakan biaya sepeser pun oleh pihak Rumah Sakit. Pendampingan dilakukan oleh Caregivers PMGI ibu Eka Diah Purwanti, Relawan Pendamping Cahaya Foundation ibu Wiwik Rahayu, dan ibu Titi Komariah. 

Terima kasih atas segala limpahan do’a, sepenuh rasa empati, kepedulian yang kuat, dan dukungan dari sahabat semua, semoga ibu Susanti segera diberi kesembuhan. Juga mohon do’a agar selalu diberi kelancaran bagi kami, Cahaya Foundation dan PMGI, untuk selalu dapat memberikan pendampingan bagi siapa pun yang membutuhkan.

Salam takzim dari kami, 
Cahaya Foundation 
               &
Caregivers PMGI

Selengkapnya

Sabtu, 15 Juli 2017

Sarah Hidup Dengan Alopesia Areata



Sahabat sekalian, cerita tentang pasien dampingan kita kali ini adalah tentang seorang gadis pengidap autoimun, dengan nama penyakit Alopesia Areata. Pada penyakit Alopecia Areata, sistem kekebalan di dalam tubuh membuat sel darah putih (limfosit) dan antibodi untuk melindungi diri terhadap benda asing seperti bakteri, virus, dan kuman lainnya. Pada penyakit autoimun, telah terjadi kesalahan sistem kekebalan tubuh, dimana bagian tubuh dianggap sebagai benda asing, sehingga imunitas tubuh justru menyerangnya. Pada orang dengan Alopecia Areata, banyak sel darah putih berkumpul di sekitar akar rambut yang terkena (folikel rambut), di sanalah telah terjadi kesalahan dari autoimun. Hal ini menyebabkan beberapa peradangan ringan yang mengarah dalam beberapa cara untuk rambut menjadi lemah dan jatuh sehingga menyebabkan kebotakan sebagian, dan terpencar secara merata di kepala. Sebagaimana halnya dengan penyakit autoimun lainnya, penyakit ini pun belum ada obatnya. Walaupun penyakit ini tidak mengancam kesehatan, akan tetapi dapat sangat mempengaruhi penampilan seseorang, sehingga menyebabkannya menjadi tertekan, yang justru akan semakin memperparah penyakit tersebut. 

Adalah Sarah Fitriyani, 12 tahun, yang mengidap penyakit tersebut. Adik Sarah saat ini kelas 5 SD, merupakan anak ke-2 dari 3 bersaudara. Ayahnya bekerja sebagai buruh di salah satu perusahaan textile di Kota Bekasi, dan sepulang kerja menyambi profesi sebagai pengojek online untuk menambah penghasilannya.

Pada awalnya, kehidupan adik Sarah normal-normal saja. Selayaknya gadis seusianya. Kesehariannya diisi dengan sekolah dan bermain dengan teman-temannya. Hidup penuh warna, ceria, sukacita dan bahagia dirasakannya saat itu. Namun, 5 bulan yang lalu, tanpa ada gejala apapun, mendadak sebagian rambutnya mengalami kerontokan secara ekstrim. Bentuk kerontokannya pun cukup aneh, hanya menyerang beberapa bagian kepala secara terpencar di seluruh area kepalanya, seperti pitak-pitak yang tidak beraturan. Pada awalnya, ibunya menduga mungkin karena adik Sarah terlalu sering mengkonsumsi obat paru. 


Hanya dalam waktu beberapa hari adik Sarah mengalami kerontokan rambut yang masif pada sebagian kepalanya. Kejadiannya cepat sekali. Efek psikologis sangat terasa pada diri adik Sarah karena sangat mempengaruhi penampilannya. Akibat penampilannya tersebut, adik Sarah selalu menjadi bahan ejekan dari teman-temannya, sehingga menyebabkannya menjadi gadis yang pemurung, rendah diri dan tertutup, bahkan di rumah sekalipun. Adik Sarah seperti mengalami beban dan tekanan yang teramat berat.

Suatu hari, badan adik Sarah mengalami panas yang cukup tinggi sehingga dibawa orangtuanya ke RS Awal Bros dan harus menjalani rawat inap selama 1 minggu. Di RS Awal Bros tersebut, penyakit adik Sarah diobservasi sehingga diperoleh diagnosa bahwa adik Sarah mengidap Alopecia Areata.

Setelah kondisi tubuhnya dinyatakan pulih, adik Sarah diperbolehkan pulang dan mulai berobat jalan. Beberapa lama berobat belum juga menghasilkan perubahan yang berarti dalam diri adik Sarah, bahkan berat badannya justru menyusut sebanyak 3 Kg selama kurun waktu 1 bulan. Dengan meminta bantuan pendampingan melalui Cahaya Foundation, akhirnya adik Sarah pun melakukan beberapa tahapan pengobatan mulai dari RSUD Kota Bekasi hingga dirujuk ke RSCM. Di RSCM, selain positif Alopecia Areata, adik Sarah dinyatakan suspect SLE (Lupus), sehingga masih harus menjalani pemeriksaan lebih panjang dan berkelanjutan. 


Selama melakukan tahapan pengobatan tersebut, adik Sarah diberi pendampingan dan konseling psikologis/motivasi secara langsung, dengan cara komunikasi melalui jaringan seluler, oleh ibu Eka Diah Purwanti, seorang pendamping pasien senior sekaligus salah seorang founder dari Cahaya Foundation, yang juga mengidap penyakit Myasthenia Gravis, salah satu jenis penyakit autoimun yang menyerang seluruh otot tubuhnya. Sedangkan pendampingan di lapangan dilakukan oleh ibu Wiwik Rahayu.

Sahabat terkasih, mari kita do’akan untuk kesembuhan adik Sarah, agar selalu diberi ketabahan dalam menghadapi penyakit yang dideritanya, dan segera diberi kesembuhan agar dia kembali mendapatkan keceriaannya seperti semula. Aamiin…
Selengkapnya

Senin, 19 Juni 2017

Tumor Di Kepala Ibu Yati


Ibu Yati binti Adim, 51 tahun, adalah warga Bojongmenteng, Rawalumbu, Kota Bekasi. Dia se-keluarga tinggal di sebuah rumah petakan dengan sistem sewa bulanan. Untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, pak Lacan, suaminya, bekerja sebagai buruh serabutan. Keluarga ibu Yati ini merupakan salah satu contoh kasus pasien tidak mampu yang tidak memiliki jaminan kesehatan sama sekali. Disamping karena ketidakpahaman mereka tentang manfaat dari jaminan kesehatan, juga karena tidak sampainya informasi kepada mereka yang menyebabkan mereka tidak mengerti bagaimana cara untuk mendapatkan jaminan kesehatan tersebut secara cuma-cuma dari pemerintah. 

"Selama ini dia sering mengeluh pusing, dan 2 hari ini cuma terbaring sakit di kamar. Saya inisiatif telpon Cahaya karena di hari ke-2 kondisinya tidak sadar", tutur ibu RW saat Tim Pendamping Pasien Cahaya tiba di rumah ibu Yati untuk melakukan evakuasi terhadap pasien dampingan tersebut pada hari Kamis pagi (9/6/2017). 

Ditemani ibu RW dan keluarganya, segera ibu Yati dilarikan ke RS Rawalumbu, sebuah Rumah Sakit yang paling dekat dengan tempat kediaman pasien. Beruntung ada ruang ICU kosong yang bisa segera diisi. Oleh tim medis, ibu Yati segera ditangani, dan saat itu juga segera dilakukan pemindaian dengan menggunakan alat CT Scan untuk mendapatkan pencitraan yang akurat terhadap kondisi kepalanya, serta menetapkan diagnosis atas penyakit yang dideritanya. 

Berdasarkan hasil CT Scan, oleh tim medis disimpulkan bahwa ibu Yati menderita tumor otak. Dikarenakan ibu Yati tidak memiliki jaminan apapun, maka pada saat itu juga Tim Pendamping Pasien Cahaya segera bergerak melakukan proses pengurusan jaminan kesehatannya. 

Selama 4 malam ibu Yati dirawat di ICU RS Rawalumbu. Akan tetapi, karena RS Rawalumbu tidak memiliki dokter spesialis syaraf, maka pasien terpaksa dirujuk ke Rumah Sakit lain yang memiliki spesialis syaraf. Tim Pendamping Pasien bergerak menghubungi beberapa Rumah Sakit yang memiliki dokter spesialisasi syaraf. Beruntung, RS Hermina Bekasi Barat memiliki dokter spesialisasi syaraf, disamping ada ruang ICU yang juga kosong untuk dapat segera diisi. 

Setelah selesai dibuatkan rujukan dari RS Rawalumbu untuk RS Hermina Bekasi Barat pada Rabu malam (14/6/2017), akhirnya ibu Yati bisa dipindahkan pada Kamis dinihari (15/6/2017). Setiba di RS Hermina Bekasi Barat, Ibu Yati segera mendapat penanganan medis. Kembali dilakukan tindakan CT Scan yang lebih mendalam, melakukan berbagai observasi, sekaligus melakukan perawatan untuk memulihkan stabilitas tubuhnya. Kamis pagi harinya, kembali diupayakan pengurusan jaminan kesehatan ibu Yati untuk RS Hermina Bekasi Barat.

Sahabat sekalian, mari kita tengadahkan tangan, menundukkan kepala, seraya mengirimkan do'a-do'a yang terbaik yang kita miliki ke langit, memohon kesembuhan untuk ibu Yati agar kondisinya cepat stabil, agar segera bisa dilakukan tindakan operasi baginya, agar segera dipulihkan kesehatannya, dan agar dapat berkumpul kembali bersama keluarganya tercinta. Tak lupa, teriring ucap terima kasih kami kepada sahabat sekalian atas segala dukungan yang tak terhingga selama ini kepada Cahaya. 

Salam takzim dari kami, 
Cahaya Foundation

Selengkapnya

Sabtu, 10 Juni 2017

Kehamilan Dengan Eklamsia Pada Ibu Ayu


Merupakan kebahagiaan tersendiri bagi wanita manapun apabila bisa hamil dan memiliki anak sebagai pewaris keturunan dari darah dagingnya sendiri. Apalagi pada kehamilan yang pertama, dan janin yang ada dalam kandungannya yang merupakan calon anak yang pertama pasti akan dirawat sebaik mungkin.

Begitu juga dengan Ayu Ratna Fitriani, seorang ibu muda berumur 21 tahun, warga Jatiasih, yang sedang menanti saat-saat kelahiran bayi yang dikandungnya. Ada kebahagiaan yang tak terhingga yang dirasakannya di saat usia kandungannya sudah mendekati 32 bulan.

Akan tetapi, tanpa sebab, pada hari Selasa (6/6/3027), mendadak ibu Ayu mengalami kejang-kejang beberapa kali. Oleh suami, segera ibu ayu dilarikan ke Rumah Sakit yang terdekat dengan rumah kontrakan mereka, yaitu ke RSU Multazam Medika, Jatimulya. Setiba di Rumah Sakit, ibu Ayu segera diberikan pertolongan, dicek tensi darah dan urinnya. Didapat hasil tensi darahnya 190/140, positif menderita Eklamsia, sebuah penyakit yang kadangkala menyerang ibu-ibu yang dalam usia kehamilan diatas 20 minggu, dan kerapkali berujung kepada kematian.

Oleh pihak paramedis, disimpulkan bahwa ibu Ayu harus segera diambil tindakan berupa Operasi Caesar, untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya. Akan tetapi ruang ICU di RSU Multazam Medika dalam kondisi terisi semua, disamping pula tidak memiliki ruang NICU untuk perawatan bayinya. Ditambah lagi, ternyata ibu Ayu tidak memiliki jaminan apapun untuk berobat, sedangkan suami baru saja menganggur setelah sebelumnya bekerja sebagai petugas keamanan di salah satu perumahan.

Berdasarkan info dari kerabatnya, akhirnya keluarga ibu Ayu meminta pendampingan kepada teh Novi melalui Cahaya Foundation. Fokus pendampingan ada 2 hal; mencarikan Rumah Sakit yang memiliki ruang ICU dan NICU, serta mengusahakan penjaminannya. Teh Novi dan Tim Pendamping Pasien Cahaya Foundation segera bergerak mengusahakan semua keperluan yang dibutuhkan ibu Ayu, yaitu Rumah Sakit yang memiliki ruang ICU, NICU dan penjaminan pengobatannya, sedangkan RSU Multazam Medika berusaha membuat kondisi ibu Ayu agar menjadi stabil hingga waktu saat akan dipindahkan ke Rumah Sakit lain.

Ruang ICU dan NICU di RSUD Kota Bekasi kebetulan penuh, tapi ada sedikit harapan di RS Hermina Bekasi Barat yang kebetulan sekali ada ruang ICU yang kosong. Oleh RSU Multazam Medika segera dibuatkan surat rujukan untuk dipindah ke RS Hermina Bekasi Barat. Penjaminan pembiayaannya pun sudah selesai diurus.

Rabu (7/6/2017), ibu Ayu segera dipindah ke RS Hermina Bekasi Barat. Operasi Caesar segera disiapkan. Tepat pukul 14.00 WIB Operasi Caesar dilaksanakan, dan syukur alhamdulillah berjalan dengan baik, ibu dan bayinya selamat dengan bobot bayi 1,2 Kg. Pasca operasi, ibu Ayu kondisinya cukup stabil sehingga tidak perlu dirawat di ruang ICU, cukup di ruang perawatan biasa, sedangkan bayinya dirawat di ruang NICU.

Hari sabtu (10/6/2017), ibu Ayu sudah diperbolehkan pulang, akan tetapi bayinya masih harus mendapatkan perawatan secara intensif di ruang NICU RS Hermina Bekasi Barat.


Sujud syukur kami kepada Allah SWT, dan ucapan terima kasih atas dukungan yang tak terhingga dari Sahabat sekalian sehingga kita telah membantu menolong kesulitan ibu Ayu, bayi dan keluarganya.

Salam takzim dari kami,
Cahaya Foundation
Selengkapnya

Kamis, 08 Juni 2017

Nyai Jeli, Menderita Gagal Ginjal


Nyai Jeli, 54 tahun, merupakan warga Desa Kedung Jaya, Babelan, Kabupaten Bekasi. Keluarga Nyai Jeli termasuk kedalam kategori keluarga yang kurang mampu. Beberapa waktu yang lalu Nyai Jeli mengalami nyeri yang teramat sangat pada bagian pinggang dan tungkai mulai membengkak. Kondisinya sudah mulai kepayahan, sehingga oleh pihak keluarga dibawa ke RS Anna Medika dengan menggunakan jaminan Kartu Indonesia Sehat.

Akan tetapi penyakit yang dideritanya tak kunjung membaik. Setelah dirembugkan bersama, pihak keluarga berinisiatif  memindahkan Nyai Jeli ke RSUD Kabupaten Bekasi. Karena kondisinya semakin memburuk, pihak keluarga pasrah dan membawa Nyai Jeli pulang ke rumah.

Tak lama berselang, pada hari Senin (5/6/2017), salah seorang anak Nyai Jeli menghubungi teh Novi, salah seorang pendamping pasien, meminta tolong agar bisa mengusahakan pengobatan Nyai Jeli ke RSCM.

Pada keesokan harinya, hari Selasa (6/6/2017), Nyai Jeli diberi pendampingan ke RSCM, dan alhamdulillah saat itu juga bisa dirawat di IGD RSCM. Oleh tim medis Nyai Jeli segera ditangani, mulai dilakukan pemasangan kateter serta selang NGt.


Setelah dilakukan observasi secara menyeluruh, Nyai Jeli didiagnosa menderita Gagal Ginjal sehingga diharuskan melakukan hemodialisa atau cuci darah secara rutin dalam kurun waktu tertentu.

Hanya 1 hari Nyai Jeli dirawat di RSCM, selanjutnya diperkenankan pulang. Untuk hemodialisa kelanjutannya, dapat dilakukan melalui rawat jalan.

Alhamdulillah pendampingan pasien atas nama Nyai Jeli telah selesai dengan sempurna. Terima kasih atas dukungan yang tak terhingga dari Sahabat semua.

Salam takzim dari kami,
Cahaya Foundation
Selengkapnya

Selasa, 23 Mei 2017

Penyakit Tb Paru Pak Arman


Cahaya Foundation dihubungi mbak Ghifa, bahwa kondisi tubuh pak Arman mengalami penurunan kesehatan yang semakin memburuk. Tubuhnya lemas dan keadaannya semakin melemah, keseharian hanya terbaring di tempat tidur.

Pak Arman, 56 tahun, tinggal di Kampung Mede, Bekasi Timur. Mereka sekeluarga tinggal di sebuah rumah kecil (mirip rumah petakan). Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, pak Arman kerja serabutan, melakukan apa saja yang menghasilkan uang, dan yang terpenting halal.

Menurut pengakuan anaknya, pak Arman sudah mengidap penyakit paru-paru selama lebih dari setahun terakhir ini. Dikarenakan tidak memiliki cukup uang, dan juga tidak adanya kartu jaminan kesehatan, maka pak Arman hanya sesekali saja berobat ke klinik. Terakhir terpaksa berhenti berobat sehingga kondisinya mengalami penurunan yang drastis. Badannya semakin menyusut, bahkan sudah kesulitan saat diajak komunikasi.

Saat itu juga, Tim Pendampingan Pasien Cahaya Foundation segera mengevakuasi pak Arman dari rumahnya, dan segera melarikannya  ke RSUD Kota Bekasi. Setiba di UGD RSUD Kota Bekasi, pak Arman langsung ditangani pihak paramedis, dan terdiagnosa mengidap penyakit Tb Paru, yang mengharuskannya dirawat inap untuk mendapat perawatan secara intensif di Rumah Sakit. Tidak lama setelah itu, pak Arman segera mendapat ruang perawatan di Ruang Teratai RSUD Kota Bekasi. Jaminan kesehatan untuk menjamin pembiayaan pak Arman selama dalam masa perawatan di Rumah Sakit pun segera diurus keesokan harinya.


Alhamdulillah, setelah beberapa waktu mendapat perawatan secara intensif, pak Arman sudah diperbolehkan pulang, dan selanjutnya tetap diharuskan melakukan rawat jalan untuk kontrol secara rutin atas pengobatan penyakitnya.

Salam takzim dari kami,
Cahaya Foundation
Selengkapnya